Sabtu, 06 Desember 2008

TEMPAT DAN CARA DO'A

Petunjuk Kajian

Sesungguhnya telah faham dan dapat merasakan bahwa setiap hamba Allah yang beriman akan senantiasa mendambakan limpahan kurnia dari Allah, karena itu Allah telah mengajarkan tentang syarat dan cara berdo’a kepada-Nya agar diterima dan dikabulkan, sebagaimana difirmankan-Nya dalam Surah Mukminun, 23 : 14, yaitu :

Artinya : “Maka serulah olehmu kepada Allah secara ikhlas baginya Ad Din walaupun orang-orang kafir itu membencinya.”

Maksud ayat tersebut, bahwa setiap hamba Allah yang mendambakan do’anya diterima Allah, maka wajib berpangkal dari “mukhlishi-na lahud din”, artinya memelihara “kebersihan Ad Din” (QS Az Zumar, 39 : 3), yang dengan itu menjauhi dari segala pikiran dan perbuatan yang tidak disyari’atkan oleh Islam, antara lain tidak dicampuri dari bentuk yang berbau bid’ah dalam hal al aqidah maupun sistem taqorrubnya, karena Rasulullah diutus untuk menjadi contoh utama bagi hamba yang mukmin (QS Al Hajj, 22 : 67).

Tela’ah dan Bahasan

Bahwa sebenarnya perkataan “Do’a, Qunut, dan Shalat” adalah sama arti dan maknanya. Karena itu dalam pelaksanaannya wajib menepati aturan sesuai dengan contoh dari Rasulullah, artinya tidak dilakukan atas dasar rasa keinginan seseorang dengan tanpa ada aturan yang wajib ditaati karena maksud daripada Ad Din itu sendiri adalah “Aturan”, dan Allah telah tetapkan keberadaan Rasulullah saw sebagai teladan yang wajib diikuti (QS Al Hujurat, 49 : 7).

Selanjutnya dengan mengingat bahwa Allah menetapkan sebagai pokok dalam berdo’a kepada Allah sebagasimana dinyatakan dalam Surah Al A’raf, 7 : 55, yaitu :

“Berdo’alah kamu kepada Robb kamu secara tunduk dan secara diam-diam penuh kelembutan Sesungguhnya Dia tidak mencintai orang-orang yang melanggar batas”.

Maknanya adalah dalam bermohon kepada Allah itu adalah menyempaikan suara nurani(hati),maka dalam perjalanannyapun juga harus benar sesuai aturan,karena Rasulullah telah menjelaskan bahwa “Ahli Bid’ah” itu keseluruhan dari ‘ibadah dan ‘amalnya serta do’anya tidak akan pernah diterima Allah,karena diibarat-kan telah keluar dari Islam seperti rambuit ditarik dari tepung. (Hadits Shahih riwayat Ibnu Majah dari jalan Hudzaifah). Adapun tuntunan berdo’a menurut Sunnah Rasulullah saw adalah sebagai berikut:

01. Wajib yaqin kepada Allah bahwa Allah akan mengabulkannya.

02. Wajib menjaga hati dari segala yang mengotorinya dan membuat lupa diri.

03. Tempatkan do’a pada :

a. Antara Adzan dan Iqomah.

b. Pada setiap Sujud dalam Shalat.

c. Pada kala duduk Tahiyat akhir sebelum salam mengakhiri Shalat.

04. Tidak perlu mengangkat tangan dengan menengadah kelangit, kecuali pada tiga tempat, yaitu: diwaktu Perang, diwaktu Shalat Istisqo’ dan diwaktu Wuquf di ‘Arafah.

05. Yang dipinta harus sesuai dengan keadaan diri,dan tidak dibenarkan meminta sesuatu yang diluar batas keadaan diri,kemudian sesuaikan do’a itu dengan perilakunya.

06. Rasulullah tidak pernah melakukan do’a secara bersama dengan dipimpin oleh seseorang kemudian diaminkan bersama.

07. Sekiranya sedang dalam keadaan menghadapi sesuatu masalah,maka dapat berdo’a sendiri dengan adab memuji Allah dengan Asma-ul Husna-Nya, kemudian mengucapkan shalawat,kemudian berdo’a dengan menggunakan bahasa yang dimengertinya.Setelah usai maka ditutup dengan shalawat,dan diakhiri dengan hamdalah memuji Allah.

08. Do’a dalam Shalat maka wajib dengan bahasa Shalat.Dan andaikata dalam bahasa sendiri maka haram diucapkan tetapi wajib dalam hati.

09. Shabar dan tidak berputus asa kepada Allah.Karena Dia Maha Menerima Do’a.

Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang hamba mudah lupa diri dari mengingat Allah dengan ikhlash.

Senin, 03 November 2008

KEDUA ORANG TUA

Petunjuk Kajian


Sesungguhnya Allah telah wasiatkan kepada hambaNya agar tahu kewajiban terhadap kedua orang tua, sebagaimana Allah firmankan di dalam Al Qur-an Surah Luqman, 31 : 14-15, sebagai berikut :


Artinya : “Dan sadarlah, Kami telah wasiatkan kepada kedua orang tuamu, dimana ibunya telah mengandungnya secara payah d iatas kepayahan dan menyapihnya dalam masa dua tahun. Hendaklah bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Karena kepada-Ku adalah tempat kembali; Dan jika kedua orang tuamu berusaha kepadamu agar kamu menyekutukan kepada-Ku secara apa yang tiada bagimu dasar ilmu, maka janganlah kamu ta’ati mereka berdua, akan tetapi pergaulilah keduanya dalam dunia ini secara baik. Dan turutlah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian kepada-Ku tempat kembali kamu. Maka akan Aku beritakan kepada kamu tentang segala apa yang kamu kerjakan ketika hidup didunia.”


Maksud ayat-ayat tersebut adalah memperingatkan kepada setiap hamba agar tahu mensyukuri nikmat hidup yang ditetapkan Allah atasnya dan dengan melalui proses kejadian, adanya “tiga kegelapan” (QS Az Zumar, 39 : 6). Karena itu wajib memelihara hubungan kehormatan terhadap kedua orang tua yang mempunyai rasa keprihatinan berat (QS Al Hijr, 15 : 5), dan bertanggung jawab atas pendidikannya (QS An Nisa, 4 : 9).


Maka hanya satu hal yang menjadikan hijab antara anak dengan kedua orang tua, yaitu masalah Al ’Aqidah Tauhid, karena di sisi Allah seseorang tidak dapat menanggung dosa orang lain kecuali hanya semata-mata amal tiap individu perorangan hamba Allah (QS An Najm, 53 : 38-39).


Analisis dan Bahasan


Sebagai hamba Allah yang telah menerima hidayah iman dan nur Islam, sudah pasti paham bahwa keberadaan kehidupan manusia di alam fana ini, adalah sebagai “Khalifah” (pengganti) sebagaimana ketetapan awal Allah ciptakan Adam (QS Al Baqarah, 2 : 30), asal kejadian dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS Al Hijr, 15 : 26), kemudian keturunannya diciptakan-Nya dari sari tanah (QS Al Mukminun, 23 : 12-14).


Proses berketurunan inilah yang merupakan “sentuhan pertama” peringatan Allah untuk bersyukur atas nikmat hidup melalui perantaraan kedua orang tua, yaitu ibu dan bapak, dengan tuntutan berlaku bajik (QS Al ‘Ankabut, 29 : 8).


Maka bagi yang mendambakan ampunan dari Allah dan akan menjadi penghuni Jannah, dituntut mengikuti petunjuk do’a sebagaimana difirmankan-Nya dalam Surah Al Ahqof, 46 : 15 :


Artinya : “Ya Robb, tunjukilah aku agar aku mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar supaya aku dapat beramal shalih yang Engkau meridlainya, dan berilah kebaikan kepadaku dengan memberi kebaikan kepada keturunanku. Sungguh aku bertaubat kepada-Mu, dan sesunguhnya aku termasuk dari golongan orang-orang yang berserah diri.”


Inilah do’a yang wajib diiringi ketaatan kepada kedua orang tua dalam kebajikan yang dituntunkan dalam Islam. Dengan begitu akan memperoleh generasi yang senantiasa taat kepada Allah dan patuh kepada rumah tangga Islam, mengingat bahwa rumah tangga Muslim adalah “lembaga inti” yang dipersiapkan untuk membangun umat di bawah naungan hukum Islam.

Kamis, 23 Oktober 2008

Istri-istri Rasulullah saw

Dalam menjatuhkan reputasi agama Islam kaum Orientalis dan sarjana-sarjana Barat sering menggunakan pernikahan Rasulullah saw sebagai bahan serangan mereka. Berbagai tuduhan mereka lancarkan untuk memperlihatkan buruknya kondisi rumah tangga Rasulullah saw, sehingga orang tak lagi bisa percaya pada ajaran Islam.

Adalah salah jika mereka menganggap Islam dapat dengan mudah dihancurkan. Islam adalah Ad Din yang kuat dan selalu memiliki jawaban untuk segala pertanyaan. Salah satu alasan yang paling masuk ke dalam pikiran, mengapa orang cenderung menyerang Islam menggunakan rumah tangga Rasulullah saw sebagai senjata, adalah karena mereka tidak mengenal istri-istri Rasulullah saw secara pribadi, dan sebagiannya lagi karena tidak memahami kesulitan hidup yang mereka hadapi.

Ummul Mukminin, yang memiliki pengertian Ibu Kaum Mukmin, merupakan gelar khusus yang hanya disandangkan pada istri-istri Rasulullah saw. Mereka berjumlah dua belas orang dengan spesifikasi yang istimewa pada masing-masing individunya, mereka adalah:


1. Khadijah binti Khuwailid [i]bin Asad al Quraisyiyyah al Asadiyah, istri pertama Rasulullah, dinikahi 15 tahun sebelum kerasulan ketika Nabi Muhammad jejaka 25 tahun, sedangkan Khadijah janda 40 tahun. Sebelumnya Khadijah telah menikah dua kali, pertama dengan Abu Halah bin Zarah at-Tamimi dan kemudian dengan Atiq bin Aziz at Tamimi.
Sebelum mereka menikah, Khadijah mempercayakan pengelolaan barang dagangannya kepada pemuda Muhammad. Tertarik akan pribadi dan kejujurannya, Khadijah meminangnya untuk menjadi suaminya. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai enam orang anak: Qasim, Zainab, Ruqayyah, Ummi Kalsum, Fatimah, dan Abdullah. Dari keenam putra-putri mereka, hanya Fatimah yang menurunkan keturunan yang sampai sekarang tersebar diseluruh dunia.
Khadijah berperan besar pada masa-masa awal penyebaran Islam. Dia mendedikasikan hartanya bagi kepentingan Islam. Khadijah wafat 2 tahun sebelum Rasulullah saw hijrah, dalam usia 65 tahun. Tahun wafatnya bersamaan dengan wafatnya Abu Thalib, paman Rasulullah saw.


2. Saudah binti Zam'ah, istri kedua Rasulullah, dinikahi setelah Khadijah wafat. Sebelum menikah dengan Rasulullah ia istri Sakran bin Umar al Amiri. Suami istri ini termasuk orang-orang pertama yang beriman. Karena dinista kaum Quraisy, mereka hijrah ke Habsyah. Setelah kembali ke Mekkah, Sakran meninggal. Saudah hidup sebagai janda lanjut usia, tanpa pelindung; bapaknya sendiri masih musyrik. Atas desakan bibinya, Khaulah binti Hakim, Rasulullah menikahinya. Meskipun berstatus sebagai istri, ia tidak pernah meminta haknya selaku umumnya seorang istri. Dia berkata: "Demi Allah, sesungguhnya saya tidak ingin menikah. Tetapi saya ingin bangkit kelak di hari kiamat sebagai istri Rasulullah." Saudah wafat di akhir masa Khalifah Umar bin Khattab


3. Zainab binti Huzainah bin Abdullah bin Umar bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sa'sa'ab al Hilaliyah. Ia menikah dengan Rasulullah tahun 11 H. Sebelumnya dia pernah menikah dengan Abdullah bin Jahsi, salah satu syuhada Uhud. Pernikahannya dengan Rasulullah tidak berlangsung lama karena wafat kira-kira dua bulan setelah pernikahannya. Ia terkenal dengan sebutan Umm al Masakin (Ibu kaum miskin), karena senang memberi makan dan sedekah kepada fakir miskin.


4. Aisyah binti Abu Bakr as Siddiq, lahir 2 tahun sebelum kerasulan. Pernikahannya dengan Rasulullah saw tidak menghasilkan keturunan. Ia banyak mendengar al Qur'an dan hadis langsung dari Rasulullah saw. Melalui Aisyah umat Islam mengetahui bagaimana Rasulullah saw menjalankan kewajibannya sebagai suami, sampai hal-hal yang sangat pribadi yang patut diketahui umat Islam untuk diteladani. Aisyah juga dikenal sebagai orang yang cerdas, banyak mengetahui hukum-hukum dan ilmu fara'id (hukum pembagian harta waris) yang rumit. Aisyah wafat pada tahun 47 atau 48 H. Darinya para ulama menerima 2.210 hadis, termasuk hadis-hadis pergaulan suami-istri yang tidak akan diterima dari perawi lain.


5. Juariyah binti al Haris, dinikahi Rasulullah saw enam tahun setelah hijrah. Pertemuannya dengan Rasulullah saw terjadi ketika Bani Mustaliq menyerang kaum muslimin. Juariyah ikut di dalamnya. Serangan Bani Mutaliq dapat dipatahkan, Juariyah menjadi tawanan Qais bin Sabit. Ia akan dibebaskan dengan syarat membayar tebusan. Oleh karena tidak memiliki uang tebusan, ia menghadap Rasulullah saw mengadukan nasibnya. Rasulullah saw bersabda: "Apakah engkau menginginkan agar aku membayar tebusanmu, kemudian aku menikahimu?" Juariyah setuju dan Rasulullah saw menikahinya. Pernikahan mereka membuat hubungan kaum muslim dengan Bani Mustaliq menjadi erat. Juariyah wafat tahun 56 H.


6. Sofiyah binti Huyay bin Akhtab, dinikahi Rasulullah saw beberapa saat setelah Perang Khaibar. Sofiyah adalah putri raja dan suaminya juga bangsawan Khaibar yang memiliki benteng Qumus, beragama Yahudi, bernama Kinanah bin Rabi'. Setelah terjadi perang Khaibar, orang-orang Khaibar menjadi tawanan, termasuk Sofiyah. Sebagai bekas permaisuri raja, keadaan itu teramat menyedihkan. Kemudian ia masuk Islam dan bersedia dinikahi Rasulullah saw. Setelah menjadi Ummul Mukminin, ia kembali menduduki tempat kehormatannya. Pernikahannya dengan Rasulullah saw membuat orang-orang Khaibar ikut tergerak untuk masuk Islam. Sofiyah wafat sekitar tahun 50 H.


7. Ummu Salamah, nama aslinya adalah Hindun binti Abu Ummayah bin Mugirah bin Abdullah bin Amr bin Mahzum, dinikahi Rasulullah saw pada tahun 2 H. Sebelum dinikahi Rasulullah saw ia pernah menikah dengan Abdullah bin Asad al Mudirah dan memiliki anak bernama Salamah. Itu sebabnya ia dikenal dengan nama Ummu Salamah (Ibu Salamah). Suaminya ikut perang Uhud dan sempat terluka. Dalam peperangan dengan Bani Asad dia meninggal dunia.
Beberapa tahun setelah pernikahannya dengan Rasulullah saw, Ummu Salamah mendampingi Rasulullah saw dalam penakhlukan Mekkah, perang dengan orang Ta'if, perang melawan Bani Hawazin, dan perang melawan Bani Saqif. Ummu Salmah juga dikenal sebagai perawi hadis. Dia wafat sekitar tahun 59 atau 61 H.


8. Ramlah binti Abu Sofyan. Sebelum masuk Islam ia menikah dengan Ubaidillah bin Yahsi al Asadi, sepupu Rasulullah saw. Ramlah dan suaminya masuk Islam, sementara orang tua mereka tetap musyrik bahkan memusuhinya. Karena tekanan dari kaum musyrik Quraisy Mekkah, Ramlah beserta suaminya hijrah ke Habsyah. Di tengah perjalanan hijrah yang sulit itu, Ramlah melahirkan, sementara suaminya kembali murtad. Meskipun sendirian dan menderita diperantauan Ramlah tetap teguh mempertahankan keimanannya. Kabar penderitaannya itu sampai kepada Rasulullah saw. Melalui surat yang disampaikan Raja Najasyi, Rasulullah saw meminangnya. Ramlah menerima pinangan itu dan menunjuk Kalid bin Sa'id bin As bin Ummayah sebagai walinya. Ketika itu dia tetap tinggal di Habsyah karena pertimbangan keamanan.
Sesudah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, beliau memerintahkan para sahabat untuk mencari umat Islam yang terpencar-pencar di pengungsian termasuk yang masih ada di Habsyah. Ramlah ikut bersama mereka kembali ke Madinah dan untuk pertama kalinya bertemu dengan Rasulullah saw. Ramlah wafat tahun 44 H di masa pemerintahan adiknya, Mu'awiyah bin Abu Sofyan.


9. Hafsah binti Umar bin Khattab, lahir lima tahun sebelum kerasulan. Pertama kali dia menikah dengan Hunain bin Hufazah, salah seorang sahabat yang ikut hijrah ke Habsyah dan ikut Perang Uhud. Ia wafat tahun 3 H. Setelah menjanda beberapa tahun Hafsah dinikahi Rasulullah saw. Kehadirannya di tengah-tengah rumah tangga Rasulullah saw sempat menimbulkan konflik. Ketika hadir Mariyah al Qibtiyyah, Hafsah cemburu berat. Ia mengajak istri-istri Rasulullah saw yang lain untuk mempengaruhi suami mereka agar membenci Mariyah. Rasulullah saw sempat menjauhi Mariyah hingga turun ayat 1 surat at-Tahrim menegur beliau.
Setelah Rasulullah saw wafat, atas usul Umar bin Khattab, Khalifah Abu Bakr mengumpulkan naskah al Qur'an yang tadinya berserakan baik di catatan-catatan pribadinya maupun hafalan para sahabat. Naskah al Qur'an lengkap pertama yang dikenal dengan 'Mushaf Abu Bakr' itu disimpan di rumah Hafsah. Naskah tersebut baru dikeluarkan pada zaman Khalifah Utsman untuk diperbanyak.


10. Maimunah binti al Haris, adalah seorang janda yang dinikahi Rasulullah saw beberapa saat setelah Fath Makkah. Ketika Rasulullah saw beserta kaum muslim memasuki kota Mekkah, kaum musyrik yang tidak ingin bersahabat menyingkir keluar Mekkah. Akan tetapi tiba-tiba datang Maimunah dengan mengendarai unta sambil berteriak-teriak: "Unta ini beserta penunggangnya dipersembahkan untuk Allah dan Rasul-Nya." Perbuatan Maimunah tersebut mengundang cemoohan khalayak ramai, karena belum tentu Rasulullah saw mau. Abbas memberitahukan kemauan Maimunah ini kepada Rasulullah saw. Ketika berita itu sampai kepada Rasulullah saw, beliaupun menerima kemauan Maimunah dan menikahinya. Hal ini beliau lakukan semata-mata untuk menghindarkan Maimunah dari cemoohan dan rasa putus asa. Maimunah wafat pada tahun 15 H.


11. Zainab binti Jahsy bin Rubab bin Ya'mar bin Sabrah bin Murrah bin Kasir bin Ganam bin Daudun bin Asad bin Khuzaimah. Ibunya bernama Umainah binti Abdul Mutallib bin Hasyim; jadi masih saudara sepupu Rasulullah saw. Sebelumnya Zainab adalah istri Zaid bin Harisah, anak angkat Rasulullah saw. Ia dinikahi Rasulullah saw tahun 3 H. Pernikahannya ini sekaligus menghapus pandangan masyarakat Arab ketika itu yang menyamakan status anak angkat sama dengan anak kandung, termasuk pencantuman nama nasab bapak angkat, sehingga bekas istri anak angkat tidak boleh dinikahi bapak angkat.
Zainab wafat tahun 20 H. Sebelum wafat ia berkata: "Aku telah menyediakan kain kafan untukku. Umar akan mengirimkannya untukku. Oleh karena itu saya minta, salah satunya diberikan pada yang memerlukannya. Bila masih ada hak-hakku supaya disedekahkan kepada yang memerlukannya."


12. Mariyah binti Syam'un al Qibtiyyah, ibunya berdarah Romawi. Ia lahir dan dibesarkan di Ansuna suatu desa sebelah timur Sungai Nil. Pada masa remajanya ia tinggal di istana Raja Muqauqis Mesir sebagai pelayan istana. Ketika Habib bin Abu Balta'ah diutus menyampaikan surat dari Rasulullah saw kepada Raja Muqauqis, sebetulnya raja mengakui kerasulan Muhammad saw tetapi takut akan kehilangan kewibawaannya di hadapan rakyatnya, yang berarti pula akan kehilangan mahkotanya. Oleh karena itu ia membalas surat Rasulullah saw dengan penuh penghormatan sambil mengirimkan Mariyah dan saudaranya, Sirin, serta 1.000 misqal mas, 20 stel pakaian tenunan Mesir, madu lebah, kayu cendana, minyak kesturi, keledai lengkap dengan pelananya dan seekor himar putih. Mereka tiba di Madinah pada tahun 7 H.
Rasulullah saw menikahi Mariyah, sementara adiknya, Sirin, dinikahkan dengan penyair Hassan bin Sabit. Kehadiran Mariyah di antara istri-istri Rasulullah saw membuat mereka cemburu, terutama Hafsah dan Aisyah, lebih-lebih setelah Mariyah hamil dan melahirkan Ibrahim (wafat pada usia satu setengah tahun).
Mariyah wafat pada tahun 16 H pada masa Khalifah Umar bin Khattab.


(sumber : Ensiklopedia Islam Indonesia, Penerbit Djambatan)

Rabu, 08 Oktober 2008

40 WANITA PENGUKIR SEJARAH ISLAM

01. A'isyah binti Abu Bakar, menjadi istri di dunia dan akhirat

02. Al-Khansa' binti Amr, ibu para syuhada

03. Amah binti Khalid, terlahir di negeri rantau

04. Arwa' binti Abdul Muththalib, membela Rasulullah dengan lisannya shallallahu ‘alaihi wa sallam

05. Asma' binti Umais, istri si Burung Surga

06. Asma' binti Yazid bin Sakan al-Anshariyah, orator para wanita

07. Asma' binti Abu Bakar, yang memiliki dua ikat pinggang

08. Atikah binti Zaid, janda para sahabat

09. Azdah binti Harits, ikut perang, dan menang

10. Barirah, budak yang ingin bebas

11. Dhuba'ah binti Zubair, istri pelopor barisan berkuda

12. Durrah binti Abu Lahab, yang bebas dari dosa ayahnya

13. Fari'ah binti Abi Shalt, saudaranya seorang penyair

14. Fariah binti Abu Sufyan, ipar dan istri ipar Rasulullah

15. Fathimah binti Asad, pengganti Khadijah dan Abu Thalib

16. Fathimah binti Muhammad, seorang putri yang sederhana

17. Fathimah binti Qais, istri Usamah bin Zaid

18. Fathimah binti Utbah, Islam mengubah segalanya

19. Fathimah binti Khaththab, mengislamkan saudaranya

20. Fathimah binti Walid, memahami arti sebuah persaudaraan

21. Fathimah binti Yaman, putri sahabat dan saudara para sahabat

22. Furai‘ah binti Malik, di pelataran orang-orang beruntung

23. Hafshah binti Umar bin Khaththab, dibela Jibril karena tekun beribadah

24. Halimah as-Sa‘diyah, ibu susu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

25. Hamnah binti Jahsy al-Asadiyah, istri duta pertama Islam

26. Hamnah binti Sufyan, ibu Sa‘ad bin Abi Waqqash

27. Hawa binti Yazid, dihormati suaminya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

28. Hindun binti Amr bin Haram, yang tabah ditinggal keluarga

29. Hindun binti Utbah, pemakan jantung yang masuk Islam

30. Juwairiyah binti al-Harits, putri musuh Islam yang memiliki berkah

31. Kabsyah binti Rafi‘ bin Abid, mengantar putranya sampai ke liang kubur

32. Khadijah binti Khuwailid, istri yang paling dicintai

33. Khansa' binti Khadzdzam, yang bebas memilih suami

34. Khaulah binti Malik, perkataannya didengar Allah dari langit ketujuh

35. Khaulah binti Hakim, suaminya muhajirin pertama wafat di Madinah

36. Laila binti Abi Hatsmah, berjanji kepada anaknya

37. Laila binti Khathim, ditolak oleh Nabi

38. Lubabah binti Harits, Ummul Fadhl Ibu Abdullah bin Abbas

39. Maimunah binti Harits, Ummul Mukminin yang sering bersilaturrahim

40. Mariyah Al Qibthiyah, ibu dari putra Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Selasa, 30 September 2008



Arie dan Fitri mengucapkan...




Jumat, 19 September 2008

Di Perjalanan Kita

Di kegelapan malam

Tiada cah’ya rembulan atau kemerlap bintang

hanya burung cuit sebagai saksi

dan s’milir angin yang mengabarkan tentang kebiruan hati kita

Adik, mari kita berpegang tangan

saling memberi petunjuk dan arah langkah kaki kita


Di keluasan malam

Pasti ’kan datang suatu fajar di penghujung

dengan rona merah keemasan di ufuk timur

pertanda hari baru t’lah tiba, Sayang!


Di kecerahan pagi

Ada rumah pink

dengan tempat duduk dari kayu di berandanya

tempat kita mendiskusikan tentang segala hal

Berhalaman luas nan menghijau

Embun pada kaki-kaki kita yang tiada beralas kaki

berjalan mengitari dan memetik bebungaan lavender atau tulip?


Rabu, 10 September 2008

SAJAK JALAN PEMATANG (Syaiful B. Harun)

menyusur jalan pematang
: aku seperti memutar nyanyian cerita fajar
berlarian kita sambut ramah
mentari pagi manis di ufuk timur
ada daun jatuh terinjak di tanah basah
embun pada bunga bunga perdu
sisa kencan mereka belum
terhanduki seluruhnya

menyusur jalan pematang
: aku bagai dilahirkan kembali
nyanyian cerita fajar
gelayutan pada bintang bintang. Di sana!
musim kemarau datang
dedaunan t'lah lama hangus
- pohon pohon meranggas -
tetes embun tiada lagi
meneken kontrak kencan kencan mereka

dalam kelahiran : bintang bintang bakutabrak
perih! Mata ditelan udara racun
pekak! Kuping dijejal bising klakson
dan, cepat bergayutan di bus. Di sana!
memungut sajak jalan pematang
kendati sedih hati
utang piutang tak terlunaskan
kerna nyanyian cerita fajar. Imitasi, kini!